MAKALAH
PENERAPAN STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN DI
SEKOLAH
Oleh: Nixon Bernadus
A.
Pendahuluan
Belajar
merupakan suatu usaha yang didorong oleh motivasi baik secara internal mapun
eksternal untuk mengetahui, menemukan, memperoleh serta dapat mengembangkan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan sesorang sehingga terjadi suatu perubahan perilaku.
Oleh karena itu dalam sistem dan proses pembelajaran harus memperhatikan
kaidah-kaidah, strategi, metode dan teknik mengajar dengan pendekatan teoritik yang
relevan dengan perkembangan atau paradigma pembelajaran abad ini. Salah satu
teori pembelajaran yang relevan dengan paradigma beajar abad ini adalah teori
belajar kognitivisme.
Teori
kognitif muncul sebagai akibat reaksi penantangan atas teori behaviorisme memandang
bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respon. Teori ini diawali
oleh perkembangan psikologi gestalt yang dipelopori oleh Marx Wertheimer.
Sehubungan dengan kelemahan teori behaviorisme, banyak para ahli dan pemikir
berpendapat bahwa perilaku seseorang selalu didasarkan oleh kognitif, yaitu
tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana perilaku itu terjadi.
Istilah
kognitif sendiri walaupun banyak dipopulerkan oleh Piaget dengan teori
perkembangan kognitifnya, sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhelm Wundt
(Bapak Psikologi). Menurut Wundt kognitif adalah sebuah proses aktif dan
kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.
Dalam
perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa
behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir
dalam setiap peristiwa belajar (Suprijono, 2011). Akibat kuatnya pengaruh
behaviorisme pada dunia pembelajaran, perubahan dari behaviorime ke
kognitivisme bukanlah perubahan yang linear. Namun hal ini terjadi apa yang
disebut dengan revolusi kognitif yang terjadi pada tahun 1950-an. Saat itu
terjadi komunikasi dan riset antardisiplin yang intesif, yang esensinya tidak
menyetujui penerapan konsep behaviorisme yang mengabaikan proses mental
pikiran.
B.
Teori
Kognitif
Dalam
Suyono dan Hariyanto (2011) dikatakan sesungguhnya kognitivisme lahir merupakan
respon terhadap behaviorisme, diawali oleh publikasi pada tahun 1929 oleh Bode
seorang ahli psikologi gestalt ia mengritik behaviorisme karena
kebergantungannya kepada perilaku yang diamati untuk menjelaskan pembelajaran.
Pandangan gestalt tentang belajar dinyatakan dalam konsep pembelajaran yang
disebut teori kognitif. Dua kunci pendekatan kogitif adalah (1) bahwa sistem
ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan terorganisasi, (2) bahwa
pengetahuan awal memerankan peran penting dalam pemelajaran.
Teori
belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang mementingkan proses belajar itu sendiri. Belajar tidak
hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar
melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu
pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang
berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah
tetap mengalir, berkesinambungan dan menyeluruh (Riyanto, 2010).
Dalam perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa
mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
tampak lebih nyata hampir dalam semua peristiwa belajar. Belajar adalah proses
mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan.
Menurut teori kognitif belajar adalah perspetual (Suprijono, 2011). Selanjutnya
menurut Suyono dan Haryanto (2011), teori
ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup
ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya.
Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil
belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh perspsi
serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya.
Suyono
dan Hariyanto (2011) menyatakan bahwa menurut pendekatan kognitif, unsur
terpenting dalam proses belajar adalah pengetauan yang dimiliki setiap individu
sesuai dengan situasi belajarnya. Apa yang telah diketahui siswa akan
menentukan apa yang akan diperhatikannya, dipersepsi olehnya, dipelajari, diingat
bahkan dilupakan (unlearn). Dalam
perspektif kognitif, pengetahuan dibagi mejadi tiga jenis pengetahuan yaitu:
a) Pengetahuan
deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau
disebut pula pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif memiliki cakupan
yang luas, dapat tentang fakta, konsep, generaliasi, pengalaman pribadi atau
tentang hukum dan aturan.
b) Pengetahuan
prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan-tahapan atau proses-proses yang
harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan
dengan adanya praktik atau implentasi dari suatu konsep.
c) Pengetahuan
kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when and why) suatu pengetahuan deklaratif pengetahuan prosedural
digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik
pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan ini sangat
penting karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat
digunakan dalam pemecahan masalah.
Ø Menurut
Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, proses belajar sebenarnya
terdiri dari tiga tahapan, yaitu 1) asimiliasi; 2) akomodasi; dan 3)
ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam
benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru. Ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi (Riyanto 2010).
Selanjutnya menurut Riyanto bahwa bagi siwa yang
sudah mengetahui prisnip penjumlahan dan prinsip perkalian, maka proses
pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang ada di benak siswa) dengan
prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah yang disebut proses
asimilasi. Jika siswa diberi soal perkalian, maka situasi ini disebut
akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkailian
tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang dapat terus
berkembang dalam memahami ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas
mental dalam ilmunya. Ini diperlukan proses penyeimbangan antara dunia luar dan
dunia dalam. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan berjalan
tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur.
Ø Menurut
Jerome Bruner
Berangkat
dari pemahaman bahwa proses belajar
adalah adanya pengaruh kebuadayaan terhadap tingkalaku individu, maka
perkembangan individu terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya
melihat lingkungan. Tahap itu meliputi enaktif (enactive), ikonik (iconic), dan
simbolik (symbolic).
a. Tahap
enaktif (enactive) yaitu individu melakukan
aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya. Memahami dunia
sekitarnya dengan pengetahuan motorik.
b. Tahap
ikonik (iconic) yaitu individu
memahami obek-objek atau dunianya melalui gambar dan visualisasi verbal.
Memahami dunia sekitarnya dengan bentuk perumpaan dan perbandingan.
c. Tahap
simbolik (symbolic) yaitu individu
telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Memahami dunia
sekitarnya dengan simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
Singkatnya,
perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa
alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan
prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Menurut
Bruner, perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan
materi pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan
individu tersebut. Penyusunan materi pelajaran dan penyajiannya dapat dimulai
dari materi secara umum kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang
sama dalam cakupan yang lebih rinci.
Perkembangan
kognitif yang digambarkan oleh Bruner merupakan proses belajar penemuan (discovery
learning), yaitu penmuan konsep. Penemuan konsep berbeda dengan pemahaman
konsep. Pemahaman konsep yaitu tindakan memahami kategori atai konsep-konsep
yang sudah ada sebelumnya. Pembentukan konsep adalah tindakan membentuk
kategori baru.
Ø Menurut
David Ausubel
Ausubel mengemukakan belajar sebagai reception learning. Jika discoveri learning menekankan pada
pembelajaran induktif, maka reception
learning merupakan pembelajaran deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception learning adalah advance organizer sebagai kerangka
konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajarai individu.
Advance
organizer adalah statement
perkenalan yang menghubungkan antara skemata yang sudah dimiliki oleh
individu dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Fungsi advance organizer adalah memberi
bimbingan untuk memahami informasi baru. Advance
organizer dapat menjadi jembatan antara materi pelajaran atau informasi
baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki individu.
Pemeberian advance
organizer bertujuan untuk (1) memberi arahan bagi individu mengatahui apa
yang terpenting dari materi yang dipelajarinya; (2) memberi penguatan terhadap
pengetahuan yang diperoleh/dipelajari.
Ø Menurut
Albert Bandura
Pemikiran
Bandura dikenal dengan teori kognitif sosial. Bandura menekankan peran penting
proses kognitif dalam pembelajaran sebagai proses pembuat keputusan yaitu
bagaimana membuat keputusan perilaku yang ditirunya menjadi perilaku miliknya.
Bagi
Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan
perubahan tingkahlaku, prinsip itu harus memerhatikan dua fenomena penting yang
diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berpikir dan
mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata menjadi
objek pengaruh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek
fungsi kepribadian interaksi orang satu dengan orang lain.
C. Landasan Teori Berbasis Kognitif
1) Teori
Pemrosesan Informasi
Teori
pemrosesan informasi sudah dapat dilacak sejak masa Wilhelm Wundt, yang
berpandangan bahwa kognisi adalah suatu proses aktif dan kreatif dalam
membentuk struktur pengalaman. Proses dalam hal pikiran berfungsi untuk
menghasilkan pembelajaran bukan semata-mata merupakan akumulasi fakta-fakta dan
contoh-contoh, pembelajaran terjadi jika dicapai pemahaman. Menurut Bartlett
dalam (Suyono dan Hariyanto 2011) bahwa proses pengingatan merupakan kegiatan
merekonstruksi bukan mereproduksi. Berdasarkan percobaan-percobaannya diperoleh
sejumlah temuan yang melandasi teori kognitivisme antara lain:
a) Penafsiran
(interpreting), memerankan peran penting
terhadap apa yang diingat,
b) Apa
yang diingat harus memiliki sejumlah hubungan dengan apa yang dikenal
sebalumnya,
c) Memori
merupakan suatu proses kontruktif
Di
dalam pengolahan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi internal
dengan kondisi eksternal inidividu. Kondisi internal adalah dalam diri individu
yang diperlukan untuk mencapai hasil
pembelajaran yang optimal serta proses kognitif yang terjadi dalam diri
individu. Sedangkan kondisi eksternal
adalah rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses
pembelajaran.
Model
pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar yang mencoba
menjelaskan kerja memori manusia yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan
ingatan, yaitu:
1) Memori
sensori (sensory memory), suatu
sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga dapat berlangsung analisis
persepsi, di sini proses berlangsung selama 3 – 5 detik, masukan utamanya dari
penglihatan dan suara,
2) Memori
kerja (working memori), merupakan
memori jangka pendek, short-term memory (STM),
mampu menyimpan 5 – 9 informasi dalam waktu sekitar 15 – 20 detik, sehingga
cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam hal ini, informasi yang diberi
kode (decode) serta persepsi setiap
individu akan menentukan apa yang disimpan dalam memori kerja.
3) Memori
jangka panjang longterm memory (LTM),
berfungsi menyimpan informasi yang sangat besar dalam jangka waktu yang lama.
Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam bentuk verbal maupun visual.
Proses
pengolahan informasi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan
informasi dalam sensor pemcatat (sensory
register, sesnory memory, sensory registry), kemudian diproses dalam memori
jangka pendek, selanjutnya ditransfer ke memori jangka panjang untuk disimpan
dan sewaktu diperlukan dipanggil kembali.
Dalam
sensor pencatat masukan informasi berlangsung selama kurang dari satu detik
sampai selama-lamanya 4 detik, kemudian menghilang karena diganti atau meluruh.
Kebanyakan informasi. Kebanyakan informasi jarang mampu mencapai short
term memory, hanya informasi yang dinilai penting dan menarik yang
dilanjutkan ke short term memory. Sementara
itu di short term memory, memori yang
masuk dapat ditahan sampai 20 detik atau lebih jika dilatih berulang-ulang.
Kapsitas Short term memory dapat ditingkatkan jika material
informasi dibentuk sebagai keping-keping informasi yang bermakna (meaningful chunk). Sebaliknya long term memory memiliki kapasitas dan
durasi yang tak terbatas. Beberapa informasi “dipaksa” masuk ke dalam long term memory dengan cara memorisasi
hafalan (rote memorization) dan over learning (identik dengan
pembelajaran bermakna). Pengolahan yang levelnya lebih dalam akan terjadi jika
ada upaya membangun hubungan antara informasi lama dengan yang baru, dan ini
merupakan cara yang lebih baik dalam mempertahankan ingatan terhadap sesuatu
materi (Suyono dan Hariyanto (2011).
Pengolahan
informasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Longterm
Memory
|
Shortems
Memory
|
Sensory
Receptors
|
Receptor
|
INFORMASI
|
Gambar
1. Proses Pengolan Informasi Menurut Teori Kognitif
2.
Teori Skema
Teori skema sangat berhubungan dengan
erat dan saling melengkapi, dengan teori pengolahan informasi. Teori ini
dikemukakan oleh Sir Frederic Bartlett. Skema merupakan suatu struktur
pengetahuan internal. Informasi baru yang masuk dan diterima pembelajar
dibandingkan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya yang dinamakan
skema atau sekmata (= jamak) .
Skema yang ada akan digabungkan, diperluas atau diubah untuk mengakomodasi
informasi baru tersebut. Skema menurut Bartlett merupakan struktur mental bawah
sadar yang menyatakan pengetahuan generik setiap individu tentang dunia (Suyono
dan Hariyanto 2011).
Skema adalah suatu proses atau cara mengorganisasikan
dan merespon berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain, skema adalah suatu
pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan
masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai
tantangan dan berbagai jenis situasi. Skemata menyatakan pengetahuan tentang
konsep, yaitu objek dan hubungannya dengan: objek yang lain, dengan situasi,
dengan kejadian-kejadian, urutan kejadian, tindakan, dan serangkaian tindakan.
Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan
saling terkait seperti jaring laba-laba, bukan sekedar tersusun secara
hierarkis (Suyono dan Hariyanto 2011).
D.
Teori-Teori
Belajar Berbasis Kognitivisme
a. Teori
Gestalt
Dalam Sanjaya (2011) bahwa belajar
menurut teori Gestalt adalah proses mengembangkan inssight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian
di dalam suatu situasi permasalahan. Teori Gestalt menganggap bahwa insight merupakan inti dari pembentukan
tingkah laku. Artinya bahwa belajar terjadi karena kemampuan menangkap makna dan keterhubungan antara komponen yang
ada dilingkungannya.
Ciri-ciri insight yang merupakan inti dari belajar menurut Gestalt adalah
sebagai berikut:
a) Kemampuan
insight seseorang tergantung kepada
kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar tersebut tergantung
kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompoknya.
b) Insight dipengaruhi
atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
c) Insight sangat
tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
d) Pengertian
merupakan inti dari insight. Melalui
pengertian individu akan dapat memcahkan masalah.
e) Apabila
insight telah diperoleh, maka dapat
digunakan untuk menghadapi masalah dalam situasi lain. Di sini terdapat semacam
transfer belajar, akan tetapi yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari
namun relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight.
b. Teori
Cognitive-Filed (Teori Medan Kognitif)
Kurt Lewin, mengembangkan suatu
teori belajar Cognitive-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan
psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing teori ini Lewin memandang
masing-masing individu berada dalam suatu medan kekuatan, bersifat psikologis.
Medan kekuatan psikologis di mana individu beraksi disebut “life space” yang mencakup perwujudan lingkungan di mana individu
beraksi. Menurut lewin, belajar berlangusung akibat perubahan dalam struktur kognitif.
Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu satu
dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan
motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang lebih pada motivasi
daripada Reward (Riyanto, 2010).
Selanjutnya dalam Riyanto
dijelaskan bahwa tingkah laku merupakan hasil interakasi antara kekuatan baik
yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan jiwa maupun yang
berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.
c. Teori
Perkembangan Mental
Teori ini dikemukakan oleh
J.Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,
yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem
saraf. Dengan makin bertambah usia sesorang, maka makin komplekslah susunan sel
sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Selanjutnya menurut Piaget,
setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur.
Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari
fungsi intelktual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan
tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya
pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya (Suyono
dan Hariyanto 2011).
Paul Suparno dalam Suprijono (2011)
menggambarkan perkembangan kognitif menurut Jean Piaget sebagai berikut:
Tahap
|
Umur
|
Ciri
pokok Perkembangan
|
Sensorimotor
|
0 – 2 tahun
|
Berdasarkan tindakan langkah demi
langkah
|
Praoperasi
|
2 – 7 tahun
|
Penggunaan simbol/bahasa
Tanda
Konsep Intuitif
|
Opreasi konkret
|
8 -11 tahun
|
Pakai aturan jelas/Logis
Reversibel dan kekalan
|
Operasi formal
|
11 tahun ke atas
|
Hipotesis
Deduktif dan Induktif
Logis dan probabilitas
|
Selanjutnya Piaget dalam Suyono dan
Hariyanto menjelsakan bahwa belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang diunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pernyataan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan,
mengambil berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangn
kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1) Bahasa
dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru dalam
mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara perpikir anak.
2) Anak-anak
akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru
harus membantu anak, mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan
lingkungan sebaik-baiknya.
3) Bahan
yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru tetapi tidak
asing.
4) Berikan
peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
5) Di
dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan
berdiskusi dengan teman-temannya.
Terkait dengan langkah-langkah
pembelajaran menurut konsep piaget adalah sebagai berikut:
1) Menentukan
tujuan pembelajaran
2) Memilih
materi pelajaran
3) Menentukan
topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif
4) Menentukan
kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya penelitian,
memcahkan masalah, diskusi, simulasi dan sebagainya
5) Mengembangkan
metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir siswa
6) Melakukan
penilaian proses dan hasil belajar siswa
d. Teori
Discovery Learning
Yang menjadi dasar ide J. Bruner
ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara
aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang
disebut dengan Dicovery Learning.
Bruner menyebutkan hendaknya guru harus
memberikan kepada murid-muridnya untuk menjadi problem solver. Biarkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka
sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam hal
yang bisa dimengerti sendiri.
Menurut Bruner dalam Riyanto
(2010), belajar melibatkan 3 proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:
1) Memperoleh
informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi
sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi tersebut dapat bersifat
sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki
seseorang.
2) Transformasi
informasi. Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita
memperlakukan pengetahuan. Informasi yang diperoleh kmudian dianalisis, diubah,
atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar
dapat diguanakan untuk hal-hal yang lebih luas.
3) Evaluasi.
Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dari ketepatan pengetahuan. Proses
ini dilaksanakan dengan menilai apa cara kita memperlakukan pengetahuan
tersebut cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh mana
pengetahuan tersebut dapat digunakan memenuhi gejala-gejala lainnya.
e. Teori
Belajar dari Robert M. Gagne
Gagne menggabungkan ide-ide
behaviorisme dan kgonitivisme dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam
pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga
menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi
terjadi interkasi antara kondisi internal dengan kondisi eksternal individu.
Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk
mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu.
Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi
individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini oleh Gagne disebut
sebagai sembilan peristiwa pembelajaran (Suyono dan Hariyanto, 2011).
Sembilan peristiwa belajar oleh
Gagne adalah sebagai berikut:
1) Memberikan
pengalaman (gain atention). Contoh
sederhana es krim, lalu ceriatakan kelzatan yang diperoleh dari memakannya.
2) Memberi
tahu siswa tentang tujuannya tentang tujuan pembelajaran (inform learnerof objectives), biarkan siswa mengetahui apa saja
yang akan pelajarainya. Contoh: “Hari ini, kita akan belajar membuat es krim”.
3) Dibangun
atas pengetahun yang telah lalu (recall
prior knowledge). Contohnya: “Apakah ada yang pernah membuat es krim ? Di
mana, kapan, dan bahan apa saja yang diperlukan ?”
4) Menyajikan
pembelajaran sebagai rangsangan (present
material). Contoh: tunjukan kepada siswa bagaimana membuat es krim.
5) Memberikan
panduan belajar (provide giuded learning),
bantulah siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik pada saat
pembelajaran berlangsung.
6) Menampilkan
kinerja (elicit performance), mintalah
para siswa mengerjakan apa-apa yang baru dipelajarinya. Contoh: berikan kepada
siswa bahan-bahan untuk membuat es krim dan mintalah agar membuat es krim itu
sebdiri.
7) Memberikan
umpan balik (provide feeedback),
beritahu kepada siswa kinerjanya masing-masing. Contoh: guru berkeliling kelas
melihat bagaimana setiap siswa membuat es krim.
8) Menilai
kinerja (asess performance), nilailah
siswa tentang pengetahuannya mengenai topik pembelajaran. Contoh: amati es krim
hasil karya siswa, jika mereka benar cara membuatnya diperbolehkan memakannya.
9) Meningkatkan
retensi/ingatan dan transfer pengetahuan (enhance
retention and transfer). Bantulah siswa dalam mengingat-ingat dan
menerapkan keterampilan baru itu. Contoh, siswa ditugasi membuat es krim pada
saat karya wisata sekolah.
Sembilan peristiwa pembelajaran
oleh Gagne tersebut secara tidak langsung juga menggambarkan langkah-langkah
pembelajaran menurut Gagne.
f. Teori
Belajar Bermakna
Menurut David P. Ausubel, belajar
bermakna merupakan rangkaian proses belajar yang memberikan hasil yang
bermakna. Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari siswa
disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan
pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya (Riyanto, 2010).
Selanjutnya menurut Ausubel, siswa
akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” advance organizer didefinisikan dan
dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar
adalah konsep atau infromasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran
yang akan diajarkan kepada siswa
Mengutip pendapat Ausubel dalam
Suyono dan Hariyanto (2011), bahwa penting bagi guru untuk menyiapkan ikhtisar
informasi yang akan dipelajari siswa. Guru dapat melakukannya dengan menyajikan
pengantar ringkas tentang apa saja informasi yang akan dipelajari itu, sebagai
suatu kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar
tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan informasi/pengetahuan yang
telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam praktik pembelajaran, dengan
menyiapkan Rencana Pembelajaran (RP) yang berisi Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar serta ikhtisar ringkas materi pembelajaran yang disampaikan
kepada siswa. Hal ini lebih bermakna jika guru melakukan apersepsi, mengaitkan
materi yang akan dipelajari dengan materi yang sudah disajikan terdahulu,
sedangkan pada akhir pembelajaran guru melakukan refleksi bersama-sama siswa
tentang ikhtisar materi yang baru dipelajari.
E.
F.
Penutup
Proses belajar mengajar hendaknya
di landasi pada teori-teori yang relevan dengan perkembangan peserta didik
sehingga dalam praktiknya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Karena
tujuan dari belajar itu sendiri adalah perubahan perilaku maka praksisnya
proses belajar mengajar harus memperhatikan perkembangan perilaku siswa atau
peserta didik sebagai subjek dan objek belajar.
Berkaitan dengan teori kognitif,
maka sudah sepantasnya pola dan strategi pembelajaran kiranya dapat diarahkan
pada pendekatan strategi kognitif. Dalam teori-teori belajar kognitif yang
telah dikemukakan menunjukkan bahwa belajar merupakan interaksi baik internal
maupun eksternal untuk mengenali gejala-gejala dan sehingga dapat
merekonstruksi pengetahuan mulai dari yang konkrit sampai kepada yang abstrak.
Maka dalam strategi kognitif yang diutamakan adalah proses belajar bukan hasil
dari belajar. Jika proses belajar berlangsung dengan baik maka sudah pasti akan
menunjukkan hasil belajar yang baik pula.
Dengan demikian guru harus
merancang dan mendesain kegiatan belajar mengajar yang dapat memberikan makna
bagi siswanya. Guru harus mampu mengeksplorasi semua potensi siswa,
mengembangkan kreatifitas siswa, kemampuan berpikir siswa sehingga nantinya
siswa mampu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dikemudian hari
dengan pengetahuan yang diperolehnya.
Daftar
Rujukan
Sanjaya. 2010. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Suprijono Agus. 2011. Cooperative Learning TEORI & APLIKASI
PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran TEORI DAN KONSEP
DASAR. Bandung: Rosda
Riyanto
Yatim. 2010. PARADIGMA BARU PEMBELAJARAN.
Jakarta: Kencana