Selasa, 09 Oktober 2012

Penerapan Teori Kognitif



MAKALAH
PENERAPAN STRATEGI KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN   DI SEKOLAH

Oleh: Nixon Bernadus

A.    Pendahuluan
Belajar merupakan suatu usaha yang didorong oleh motivasi baik secara internal mapun eksternal untuk mengetahui, menemukan, memperoleh serta dapat mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesorang sehingga terjadi suatu perubahan perilaku. Oleh karena itu dalam sistem dan proses pembelajaran harus memperhatikan kaidah-kaidah, strategi, metode dan teknik mengajar dengan pendekatan teoritik yang relevan dengan perkembangan atau paradigma pembelajaran abad ini. Salah satu teori pembelajaran yang relevan dengan paradigma beajar abad ini adalah teori belajar kognitivisme.
Teori kognitif muncul sebagai akibat reaksi penantangan atas teori behaviorisme memandang bahwa belajar merupakan hubungan antara stimulus dan respon. Teori ini diawali oleh perkembangan psikologi gestalt yang dipelopori oleh Marx Wertheimer. Sehubungan dengan kelemahan teori behaviorisme, banyak para ahli dan pemikir berpendapat bahwa perilaku seseorang selalu didasarkan oleh kognitif, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana perilaku itu terjadi.
Istilah kognitif sendiri walaupun banyak dipopulerkan oleh Piaget dengan teori perkembangan kognitifnya, sebenarnya telah dikembangkan oleh Wilhelm Wundt (Bapak Psikologi). Menurut Wundt kognitif adalah sebuah proses aktif dan kreatif yang bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman.
Dalam perspektif teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam setiap peristiwa belajar (Suprijono, 2011). Akibat kuatnya pengaruh behaviorisme pada dunia pembelajaran, perubahan dari behaviorime ke kognitivisme bukanlah perubahan yang linear. Namun hal ini terjadi apa yang disebut dengan revolusi kognitif yang terjadi pada tahun 1950-an. Saat itu terjadi komunikasi dan riset antardisiplin yang intesif, yang esensinya tidak menyetujui penerapan konsep behaviorisme yang mengabaikan proses mental pikiran.

B.     Teori Kognitif
Dalam Suyono dan Hariyanto (2011) dikatakan sesungguhnya kognitivisme lahir merupakan respon terhadap behaviorisme, diawali oleh publikasi pada tahun 1929 oleh Bode seorang ahli psikologi gestalt ia mengritik behaviorisme karena kebergantungannya kepada perilaku yang diamati untuk menjelaskan pembelajaran. Pandangan gestalt tentang belajar dinyatakan dalam konsep pembelajaran yang disebut teori kognitif. Dua kunci pendekatan kogitif adalah (1) bahwa sistem ingatan adalah suatu prosesor informasi yang aktif dan terorganisasi, (2) bahwa pengetahuan awal memerankan peran penting dalam pemelajaran.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang mementingkan  proses belajar itu sendiri. Belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, lebih dari itu belajar melibatkan proses berfikir yang sangat kompleks. Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpisah-pisah tetap mengalir, berkesinambungan dan menyeluruh (Riyanto, 2010).
 Dalam perspektif  teori kognitif, belajar merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral meskipun hal-hal yang bersifat behavioral tampak lebih nyata hampir dalam semua peristiwa belajar. Belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat, dan menggunakan pengetahuan. Menurut teori kognitif belajar adalah perspetual (Suprijono, 2011). Selanjutnya menurut  Suyono dan Haryanto (2011), teori ini berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan, retensi, pengolahan informasi, emosi dan aspek kejiwaan lainnya. Belajar merupakan aktivitas yang melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar. Teori ini menekankan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh perspsi serta pemahamannya tentang situasi yang  berhubungan dengan tujuan belajarnya.  
Suyono dan Hariyanto (2011) menyatakan bahwa menurut pendekatan kognitif, unsur terpenting dalam proses belajar adalah pengetauan yang dimiliki setiap individu sesuai dengan situasi belajarnya. Apa yang telah diketahui siswa akan menentukan apa yang akan diperhatikannya, dipersepsi olehnya, dipelajari, diingat bahkan dilupakan (unlearn). Dalam perspektif kognitif, pengetahuan dibagi mejadi tiga jenis pengetahuan yaitu:
a)      Pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang dapat dinyatakan dalam bentuk kata atau disebut pula pengetahuan konseptual. Pengetahuan deklaratif memiliki cakupan yang luas, dapat tentang fakta, konsep, generaliasi, pengalaman pribadi atau tentang hukum dan aturan.
b)      Pengetahuan prosedural, yaitu pengetahuan tentang tahapan-tahapan atau proses-proses yang harus dilakukan, atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan (how to do). Pengetahuan ini dicirikan dengan adanya praktik atau implentasi dari suatu konsep.
c)      Pengetahuan kondisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa (when and why) suatu pengetahuan deklaratif pengetahuan prosedural digunakan. Pengetahuan ini terkait dengan bagaimana mengimplementasikan baik pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan ini sangat penting karena menentukan kapan penggunaan konsep dan prosedur yang tepat digunakan dalam pemecahan masalah.

Ø  Menurut Jean Piaget
Menurut Jean Piaget, proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yaitu 1) asimiliasi; 2) akomodasi; dan 3) ekuilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Ekuilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi (Riyanto 2010).
Selanjutnya menurut Riyanto bahwa bagi siwa yang sudah mengetahui prisnip penjumlahan dan prinsip perkalian, maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang ada di benak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru), inilah yang disebut proses asimilasi. Jika siswa diberi soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi, yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkailian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang dapat terus berkembang dalam memahami ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam ilmunya. Ini diperlukan proses penyeimbangan antara dunia luar dan dunia dalam. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan berjalan tersendat-sendat dan berjalan tidak teratur.

Ø  Menurut Jerome Bruner
Berangkat dari pemahaman bahwa  proses belajar adalah adanya pengaruh kebuadayaan terhadap tingkalaku individu, maka perkembangan individu terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap itu meliputi enaktif (enactive), ikonik (iconic), dan simbolik (symbolic).
a.       Tahap enaktif  (enactive) yaitu individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan sekitarnya. Memahami dunia sekitarnya dengan pengetahuan motorik.
b.      Tahap ikonik (iconic) yaitu individu memahami obek-objek atau dunianya melalui gambar dan visualisasi verbal. Memahami dunia sekitarnya dengan bentuk perumpaan dan perbandingan.
c.       Tahap simbolik (symbolic) yaitu individu telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Memahami dunia sekitarnya dengan simbol-simbol bahasa, logika, matematika dan sebagainya.
Singkatnya, perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu tersebut. Penyusunan materi pelajaran dan penyajiannya dapat dimulai dari materi secara umum kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang sama dalam cakupan yang lebih rinci.
Perkembangan kognitif yang digambarkan oleh Bruner merupakan proses belajar penemuan (discovery learning), yaitu penmuan konsep. Penemuan konsep berbeda dengan pemahaman konsep. Pemahaman konsep yaitu tindakan memahami kategori atai konsep-konsep yang sudah ada sebelumnya. Pembentukan konsep adalah tindakan membentuk kategori baru.

Ø  Menurut David Ausubel
Ausubel mengemukakan belajar sebagai reception learning. Jika discoveri learning menekankan pada pembelajaran induktif, maka reception learning merupakan pembelajaran deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception learning adalah advance organizer sebagai kerangka konseptual tentang isi pelajaran yang akan dipelajarai individu.
Advance organizer adalah statement perkenalan yang menghubungkan antara skemata yang sudah dimiliki oleh individu dengan informasi baru yang akan dipelajarinya. Fungsi advance organizer adalah memberi bimbingan untuk memahami informasi baru. Advance organizer dapat menjadi jembatan antara materi pelajaran atau informasi baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki individu.
Pemeberian advance organizer bertujuan untuk (1) memberi arahan bagi individu mengatahui apa yang terpenting dari materi yang dipelajarinya; (2) memberi penguatan terhadap pengetahuan yang diperoleh/dipelajari.

Ø  Menurut Albert Bandura
Pemikiran Bandura dikenal dengan teori kognitif sosial. Bandura menekankan peran penting proses kognitif dalam pembelajaran sebagai proses pembuat keputusan yaitu bagaimana membuat keputusan perilaku yang ditirunya menjadi perilaku miliknya.
Bagi Bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkahlaku, prinsip itu harus memerhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berpikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata-mata menjadi objek pengaruh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian interaksi orang satu dengan orang lain.  

C.     Landasan Teori Berbasis Kognitif 
1)      Teori Pemrosesan Informasi
Teori pemrosesan informasi sudah dapat dilacak sejak masa Wilhelm Wundt, yang berpandangan bahwa kognisi adalah suatu proses aktif dan kreatif dalam membentuk struktur pengalaman. Proses dalam hal pikiran berfungsi untuk menghasilkan pembelajaran bukan semata-mata merupakan akumulasi fakta-fakta dan contoh-contoh, pembelajaran terjadi jika dicapai pemahaman. Menurut Bartlett dalam (Suyono dan Hariyanto 2011) bahwa proses pengingatan merupakan kegiatan merekonstruksi bukan mereproduksi. Berdasarkan percobaan-percobaannya diperoleh sejumlah temuan yang melandasi teori kognitivisme antara lain:
a)      Penafsiran (interpreting), memerankan peran penting terhadap apa yang diingat,
b)      Apa yang diingat harus memiliki sejumlah hubungan dengan apa yang dikenal sebalumnya,
c)      Memori merupakan suatu proses kontruktif

Di dalam pengolahan informasi terjadi interaksi antara kondisi-kondisi internal dengan kondisi eksternal inidividu. Kondisi internal adalah dalam diri individu yang diperlukan untuk  mencapai hasil pembelajaran yang optimal serta proses kognitif yang terjadi dalam diri individu. Sedangkan kondisi  eksternal adalah rangsangan dari lingkungan luar yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Model pengolahan informasi merupakan model dalam teori belajar yang mencoba menjelaskan kerja memori manusia yang meliputi tiga macam sistem penyimpanan ingatan, yaitu:
1)      Memori sensori (sensory memory), suatu sistem mengingat stimuli secara cepat sehingga dapat berlangsung analisis persepsi, di sini proses berlangsung selama 3 – 5 detik, masukan utamanya dari penglihatan dan suara,
2)      Memori kerja (working memori), merupakan memori jangka pendek, short-term memory (STM), mampu menyimpan 5 – 9 informasi dalam waktu sekitar 15 – 20 detik, sehingga cukup waktu bagi pengolahan informasi. Dalam hal ini, informasi yang diberi kode (decode) serta persepsi setiap individu akan menentukan apa yang disimpan dalam memori kerja.
3)      Memori jangka panjang longterm memory (LTM), berfungsi menyimpan informasi yang sangat besar dalam jangka waktu yang lama. Informasi yang tersimpan di dalamnya dapat dalam bentuk verbal maupun visual.

Proses pengolahan informasi terjadi dalam tiga tahap. Tahap pertama yaitu pengolahan informasi dalam sensor pemcatat (sensory register, sesnory memory, sensory registry), kemudian diproses dalam memori jangka pendek, selanjutnya ditransfer ke memori jangka panjang untuk disimpan dan sewaktu diperlukan dipanggil kembali.
Dalam sensor pencatat masukan informasi berlangsung selama kurang dari satu detik sampai selama-lamanya 4 detik, kemudian menghilang karena diganti atau meluruh. Kebanyakan informasi. Kebanyakan informasi jarang mampu  mencapai short term memory, hanya informasi yang dinilai penting dan menarik yang dilanjutkan ke short term memory. Sementara itu di short term memory, memori yang masuk dapat ditahan sampai 20 detik atau lebih jika dilatih berulang-ulang. Kapsitas Short term memory  dapat ditingkatkan jika material informasi dibentuk sebagai keping-keping informasi yang bermakna (meaningful chunk). Sebaliknya long term memory memiliki kapasitas dan durasi yang tak terbatas. Beberapa informasi “dipaksa” masuk ke dalam long term memory dengan cara memorisasi hafalan (rote memorization) dan over learning (identik dengan pembelajaran bermakna). Pengolahan yang levelnya lebih dalam akan terjadi jika ada upaya membangun hubungan antara informasi lama dengan yang baru, dan ini merupakan cara yang lebih baik dalam mempertahankan ingatan terhadap sesuatu materi (Suyono dan Hariyanto (2011).

Pengolahan informasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Longterm
Memory
Shortems
Memory
Sensory
Receptors
Receptor
INFORMASI
  

Gambar 1. Proses Pengolan Informasi Menurut Teori Kognitif
2. Teori Skema
Teori skema sangat berhubungan dengan erat dan saling melengkapi, dengan teori pengolahan informasi. Teori ini dikemukakan oleh Sir Frederic Bartlett. Skema merupakan suatu struktur pengetahuan internal. Informasi baru yang masuk dan diterima pembelajar dibandingkan dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya yang dinamakan skema atau sekmata            (= jamak) . Skema yang ada akan digabungkan, diperluas atau diubah untuk mengakomodasi informasi baru tersebut. Skema menurut Bartlett merupakan struktur mental bawah sadar yang menyatakan pengetahuan generik setiap individu tentang dunia (Suyono dan Hariyanto 2011).
Skema adalah suatu proses atau cara mengorganisasikan dan merespon berbagai pengalaman belajar. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai jenis situasi. Skemata menyatakan pengetahuan tentang konsep, yaitu objek dan hubungannya dengan: objek yang lain, dengan situasi, dengan kejadian-kejadian, urutan kejadian, tindakan, dan serangkaian tindakan. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan saling terkait seperti jaring laba-laba, bukan sekedar tersusun secara hierarkis (Suyono dan Hariyanto 2011).
D.    Teori-Teori Belajar Berbasis Kognitivisme
a.       Teori Gestalt
Dalam Sanjaya (2011) bahwa belajar menurut teori Gestalt adalah proses mengembangkan inssight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Teori Gestalt menganggap bahwa insight merupakan inti dari pembentukan tingkah laku. Artinya bahwa belajar terjadi karena kemampuan menangkap  makna dan keterhubungan antara komponen yang ada dilingkungannya.
Ciri-ciri insight yang merupakan inti dari belajar menurut Gestalt adalah sebagai berikut:
a)      Kemampuan insight seseorang tergantung kepada kemampuan dasar orang tersebut, sedangkan kemampuan dasar tersebut tergantung kepada usia dan posisi yang bersangkutan dalam kelompoknya.
b)      Insight dipengaruhi atau tergantung kepada pengalaman masa lalunya yang relevan.
c)      Insight sangat tergantung kepada pengaturan dan penyediaan lingkungannya.
d)     Pengertian merupakan inti dari insight. Melalui pengertian individu akan dapat memcahkan masalah.
e)      Apabila insight telah diperoleh, maka dapat digunakan untuk menghadapi masalah dalam situasi lain. Di sini terdapat semacam transfer belajar, akan tetapi yang ditransfer bukanlah materi yang dipelajari namun relasi-relasi dan generalisasi yang diperoleh melalui insight. 

b.      Teori Cognitive-Filed (Teori Medan Kognitif)
Kurt Lewin, mengembangkan suatu teori belajar Cognitive-field dengan menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin memandang masing-masing teori ini Lewin memandang masing-masing individu berada dalam suatu medan kekuatan, bersifat psikologis. Medan kekuatan psikologis di mana individu beraksi disebut “life space” yang mencakup perwujudan lingkungan di mana individu beraksi. Menurut lewin, belajar berlangusung akibat perubahan dalam struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam kekuatan yaitu satu dari struktur medan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang lebih pada motivasi daripada Reward (Riyanto, 2010).
Selanjutnya dalam Riyanto dijelaskan bahwa tingkah laku merupakan hasil interakasi antara kekuatan baik yang berasal dari individu seperti tujuan, kebutuhan tekanan jiwa maupun yang berasal dari luar individu seperti tantangan dan permasalahan.

c.       Teori Perkembangan Mental
Teori ini dikemukakan oleh J.Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem saraf. Dengan makin bertambah usia sesorang, maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya. Selanjutnya menurut Piaget, setiap anak mengembangkan kemampuan berpikirnya menurut tahapan yang teratur. Proses berpikir anak merupakan suatu aktivitas gradual, tahap demi tahap dari fungsi intelktual, dari konkret menuju abstrak. Pada suatu tahap perkembangan tertentu akan muncul skema atau struktur kognitif tertentu yang keberhasilannya pada setiap tahap amat bergantung kepada pencapaian tahapan sebelumnya (Suyono dan Hariyanto 2011).
Paul Suparno dalam Suprijono (2011) menggambarkan perkembangan kognitif menurut Jean Piaget sebagai berikut:
Tahap
Umur
Ciri pokok Perkembangan
Sensorimotor
0 – 2 tahun
Berdasarkan tindakan langkah demi langkah
Praoperasi

2 – 7 tahun
Penggunaan simbol/bahasa
Tanda
Konsep Intuitif
Opreasi konkret
8 -11 tahun
Pakai aturan jelas/Logis
Reversibel dan kekalan
Operasi formal
11 tahun ke atas
Hipotesis
Deduktif dan Induktif
Logis dan probabilitas
Selanjutnya Piaget dalam Suyono dan Hariyanto menjelsakan bahwa belajar akan lebih berhasil jika disesuaikan dengan perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik yang diunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pernyataan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari, mengamati dan menemukan, mengambil berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangn kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)      Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh sebab itu, guru dalam mengajar harus menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara perpikir anak.
2)      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak, mengakomodasikan agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan sebagai bahan baru tetapi tidak asing.
4)      Berikan peluang agar anak belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.
5)      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan berdiskusi dengan teman-temannya.

Terkait dengan langkah-langkah pembelajaran menurut konsep piaget adalah sebagai berikut:
1)      Menentukan tujuan pembelajaran
2)      Memilih materi pelajaran
3)      Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari siswa secara aktif
4)      Menentukan kegiatan belajar yang sesuai untuk topik-topik tersebut misalnya penelitian, memcahkan masalah, diskusi, simulasi dan sebagainya

5)      Mengembangkan metode pembelajaran untuk merangsang kreativitas dan cara berpikir siswa
6)      Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

d.      Teori Discovery Learning
Yang menjadi dasar ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebut dengan Dicovery Learning.
Bruner menyebutkan hendaknya guru harus memberikan kepada murid-muridnya untuk menjadi problem solver. Biarkan murid-murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam hal yang bisa dimengerti sendiri.
Menurut Bruner dalam Riyanto (2010), belajar melibatkan 3 proses yang berlangsung hampir bersamaan, yaitu:
1)      Memperoleh informasi baru. Informasi baru dapat merupakan penghalusan dari informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang atau informasi tersebut dapat bersifat sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan informasi sebelumnya yang dimiliki seseorang.
2)      Transformasi informasi. Transformasi informasi/pengetahuan menyangkut cara kita memperlakukan pengetahuan. Informasi yang diperoleh kmudian dianalisis, diubah, atau ditransformasikan ke dalam bentuk yang lebih abstrak atau konseptual agar dapat diguanakan untuk hal-hal yang lebih luas.
3)      Evaluasi. Evaluasi merupakan proses menguji relevansi dari ketepatan pengetahuan. Proses ini dilaksanakan dengan menilai apa cara kita memperlakukan pengetahuan tersebut cocok atau sesuai dengan prosedur yang ada. Juga sejauh mana pengetahuan tersebut dapat digunakan memenuhi gejala-gejala lainnya.


e.       Teori Belajar dari Robert M. Gagne
Gagne menggabungkan ide-ide behaviorisme dan kgonitivisme dalam pembelajaran. Menurut Gagne, dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam pemrosesan informasi terjadi interkasi antara kondisi internal dengan kondisi eksternal individu. Kondisi internal adalah keadaan dalam diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif yang terjadi di dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran. Kondisi eksternal ini oleh Gagne disebut sebagai sembilan peristiwa pembelajaran (Suyono dan Hariyanto, 2011).

Sembilan peristiwa belajar oleh Gagne adalah sebagai berikut:
1)      Memberikan pengalaman (gain atention). Contoh sederhana es krim, lalu ceriatakan kelzatan yang diperoleh dari memakannya.
2)      Memberi tahu siswa tentang tujuannya tentang tujuan pembelajaran (inform learnerof objectives), biarkan siswa mengetahui apa saja yang akan pelajarainya. Contoh: “Hari ini, kita akan belajar membuat es krim”.
3)      Dibangun atas pengetahun yang telah lalu (recall prior knowledge). Contohnya: “Apakah ada yang pernah membuat es krim ? Di mana, kapan, dan bahan apa saja yang diperlukan ?”
4)      Menyajikan pembelajaran sebagai rangsangan (present material). Contoh: tunjukan kepada siswa bagaimana membuat es krim.
5)      Memberikan panduan belajar (provide giuded learning), bantulah siswa agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik pada saat pembelajaran berlangsung.
6)      Menampilkan kinerja (elicit performance), mintalah para siswa mengerjakan apa-apa yang baru dipelajarinya. Contoh: berikan kepada siswa bahan-bahan untuk membuat es krim dan mintalah agar membuat es krim itu sebdiri.
7)      Memberikan umpan balik (provide feeedback), beritahu kepada siswa kinerjanya masing-masing. Contoh: guru berkeliling kelas melihat bagaimana setiap siswa membuat es krim.
8)      Menilai kinerja (asess performance), nilailah siswa tentang pengetahuannya mengenai topik pembelajaran. Contoh: amati es krim hasil karya siswa, jika mereka benar cara membuatnya diperbolehkan memakannya.
9)      Meningkatkan retensi/ingatan dan transfer pengetahuan (enhance retention and transfer). Bantulah siswa dalam mengingat-ingat dan menerapkan keterampilan baru itu. Contoh, siswa ditugasi membuat es krim pada saat karya wisata sekolah.

Sembilan peristiwa pembelajaran oleh Gagne tersebut secara tidak langsung juga menggambarkan langkah-langkah pembelajaran menurut Gagne.

f.       Teori Belajar Bermakna
Menurut David P. Ausubel, belajar bermakna merupakan rangkaian proses belajar yang memberikan hasil yang bermakna. Belajar dikatakan bermakna jika informasi yang dipelajari siswa disusun sesuai dengan struktur kognitif siswa, sehingga siswa dapat mengaitkan pengetahuan baru tersebut dengan struktur kognitifnya (Riyanto, 2010).
Selanjutnya menurut Ausubel, siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan (belajar)” advance organizer didefinisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau infromasi umum yang mewadahi (mencakup) semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa
Mengutip pendapat Ausubel dalam Suyono dan Hariyanto (2011), bahwa penting bagi guru untuk menyiapkan ikhtisar informasi yang akan dipelajari siswa. Guru dapat melakukannya dengan menyajikan pengantar ringkas tentang apa saja informasi yang akan dipelajari itu, sebagai suatu kerangka dalam bentuk abstraksi atau ringkasan konsep-konsep dasar tentang apa yang dipelajari, dan hubungannya dengan informasi/pengetahuan yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Dalam praktik pembelajaran, dengan menyiapkan Rencana Pembelajaran (RP) yang berisi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta ikhtisar ringkas materi pembelajaran yang disampaikan kepada siswa. Hal ini lebih bermakna jika guru melakukan apersepsi, mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi yang sudah disajikan terdahulu, sedangkan pada akhir pembelajaran guru melakukan refleksi bersama-sama siswa tentang ikhtisar materi yang baru dipelajari.
E.      

F.     Penutup
Proses belajar mengajar hendaknya di landasi pada teori-teori yang relevan dengan perkembangan peserta didik sehingga dalam praktiknya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Karena tujuan dari belajar itu sendiri adalah perubahan perilaku maka praksisnya proses belajar mengajar harus memperhatikan perkembangan perilaku siswa atau peserta didik sebagai subjek dan objek belajar.
Berkaitan dengan teori kognitif, maka sudah sepantasnya pola dan strategi pembelajaran kiranya dapat diarahkan pada pendekatan strategi kognitif. Dalam teori-teori belajar kognitif yang telah dikemukakan menunjukkan bahwa belajar merupakan interaksi baik internal maupun eksternal untuk mengenali gejala-gejala dan sehingga dapat merekonstruksi pengetahuan mulai dari yang konkrit sampai kepada yang abstrak. Maka dalam strategi kognitif yang diutamakan adalah proses belajar bukan hasil dari belajar. Jika proses belajar berlangsung dengan baik maka sudah pasti akan menunjukkan hasil belajar yang baik pula.
Dengan demikian guru harus merancang dan mendesain kegiatan belajar mengajar yang dapat memberikan makna bagi siswanya. Guru harus mampu mengeksplorasi semua potensi siswa, mengembangkan kreatifitas siswa, kemampuan berpikir siswa sehingga nantinya siswa mampu dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dikemudian hari dengan pengetahuan yang diperolehnya.    


      

Daftar Rujukan
Sanjaya. 2010. KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana

Suprijono Agus. 2011. Cooperative Learning TEORI & APLIKASI PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suyono dan Hariyanto. 2011. Belajar dan Pembelajaran TEORI DAN KONSEP DASAR. Bandung: Rosda

Riyanto Yatim. 2010. PARADIGMA BARU PEMBELAJARAN. Jakarta: Kencana